Minggu, 30 Desember 2018

Benci Pada Pandang Pertama

Apa yang harus aku banggakan dari tempat di mana aku di sekolahkan? Apakah struktur bangunan tersebut? Atau siswa-siswi yang mengemban studi di sana? Ataukah para guru? Atau pula para penghuni sekolah lainnya?

Entahlah, aku merasa terintimidasi ketika kali pertama aku menginjakkan kaki di tempat itu, tepatnya kala aku menduduki bangku kelas 2 SMA dan aku merupakan murid baru yang datang dari desa. Suasananya seperti penjara. Mereka; para siswa-siswi di sana melemparkan tatapan tajam dan sinis ketika aku memasuki kelas. Seakan aku adalah raksasa dan dilarang keras untuk memasuki ruangan itu.

Aku lalu berjalan menuju tempat duduk yang masih kosong. Nahasnya, aku malah jatuh tersandung akibat ulah kaki seorang gadis bernama Cathy yang menutupi jalanku. Ia terkenal sebagai ketua cheerleader, prestasi cheerleader di sekolah baruku melonjak drastis sejak ia menjabat menjadi ketua, bersamaan dengan waktu di mana aku baru menginjakkan kaki di sekolah itu. Sayangnya, gadis itu sangat licik dan tak henti-hentinya membuatku malu dihadapan orang lain. Tingkah pacarnya yang bernama Ken, juga tak jauh beda dengan gadisnya. Tak ada hari tanpa mencemooh. Bahkan aku bisa jelaskan, setiap hari aku mendapat pesan yang tak sedap datang dari penjuru kelas. Pasangan sejoli itu merupakan pasangan terbaik dalam membully dan aku
menyadari, tubuhku memang tidak ramping dan ideal seperti gadis lain. Tak cantik pula seperti Cathy, aku hanyalah gadis desa yang jauh dari kata "kekinian."

Kata mereka, aku memiliki bau badan yang tak sedap. Mereka hanya tidak tahu-menahu tentang diriku. Namun, beruntungnya aku mempunyai Aline, ia adalah sahabatku. Satu-satunya orang yang berbaik hati ingin berteman denganku. Ia menyanggah perkataan Cathy dan pacarnya bahwa diriku harum seperti aroma vanilla. Memang betul, vanilla adalah parfum favoritku. Mungkin hidung mereka sedang tersumbat, maka dari itu yang bisa mereka lakukan hanya menghujat tanpa henti. Lalu, Aline pun tak segan untuk menghajar siswa pria yang menggangguku di sekolah. Jangan salah, ia memegang kuasa sabuk hitam di ekskul karate. Ia pernah bilang padaku bahwa jangan pernah membuat tindakan tak seronok padanya ataupun jika ada yang menyakitiku, orang itu akan ia habisi. Aku tertawa mendengarnya, aku merasa bahwa akhirnya ada orang yang begitu menyayangiku seperti dirinya. Kalau begitu, kau pasti mengira aku orang yang lemah sehingga hanya memanfaatkan lindungan dari sahabatku, kan? Tidak, aku tidak lemah. Aku bahkan hampir meninju wajah kekasih Cathy karena ia sudah bersikap keterlaluan. Namun gagal karena lagi-lagi, si gadis manja kesayangan Ken telah lebih dulu membekap mulutku agar tidak melapor kejadian ini. Sungguh memalukan!

Sekali lagi, apa yang harus aku banggakan dari tempat di mana aku di sekolahkan? Tak ada. Selain hanya prestasiku pribadi, kemudian tatapan tajam. Sementara kekalutan dalam pikiran terus-menerus melanda jiwa saat kali pertama aku menemui wajah-wajah itu.

#30DWC #30DWCJilid16 #Day21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat Untuk Cinyo

Surat Untuk Cinyo, Cinyo, kamu datang dengan segala keluguanmu. Aku tak ingat kapan tepatnya kamu menghampiri rumahku. Yang kutahu hanyala...