Selasa, 01 Januari 2019

Late Night Talks

"Hai gadis manis." Ia berbicara melalui telepon genggam dari pulau seberang. Aku gembira ketika melihat namanya tertera di layar ponsel. Suara seraknya terdengar sangat lelah. Tak biasanya ia menelponku malam-malam begini. Biasanya kita hanya berkabar melalui teks pesan. Karena setahuku ia sedang sibuk menjalankan tugasnya di Jayapura. Dengan jarak tempuh sejauh ini kita hanya bertukar pesan alakadarnya saja. Aku percaya ia akan baik-baik saja di sana.

"Oh, hai. Tumben telepon, ada apa?" tanyaku pada intinya.

"Kangen."

"Ini sudah malam lho di tempatmu. Di Jakarta masih jam 9, di tempatmu jam 11. Tidur sana, besok kerja lagi. Nanti capek."

"Nggak, aku mau dengar suaramu sebentar. Untuk pengantar tidurku, boleh kan?"

"Nggak boleh."

"Jahat ih, ya sudah aku matiin ya teleponnya."

"Eehh jangaan.." teriakku begitu ia mengancam untuk mematikan telepon.

"Hahaha, kangen juga kan akhirnya." Kita diam beberapa menit karena kehabisan topik. Kemudian ia bersuara, menyadarkanku dari lamunan, "eh, kamu gak kangen aku?" aku hanya terkikik mendengarnya. Pertanyaan macam apa itu. Sudah pasti aku merindukannya, tak perlu ditanya lagi.

"Perlu jawaban gak?"

"Hmm, gak usah deh. Aku yakin kamu kangen. Hahaha."

"Dih, geer banget. Kalau nggak, gimana? Haha. Ya sudah gih tidur sana. Gak berasa udah jam 10 nih ngantuk. Pasti di tempatmu sudah jam 12 lebih."

Selang beberapa menit, terdengar suara dengkuran dari telepon. Kurasa ia hanya berpura-pura tidur untuk mengerjaiku.

"Yah ditinggalin. Baiklah, kamu sudah tidur. Akan kumatikan teleponnya."

"Baaa! Tunggu ih jangan dimatiin. Kan belum aku suruh matiin."

"Eehh masih nyaut ternyata hahaha. Gak jelas ih buruan. Ngantuk nih."

"Haha, ya sudah. Selamat tidur ya gadis manis. Jangan lupa pakai Nature Republic Aloeveranya sebelum tidur. Jangan lupa cuci muka, ibadah, berdoa juga. Lho, kok aku jadi hafal kebiasaanmu ya? Okay, I will meet you in a dream. And I will make sure you are safe there."

"Thank you. Have a sweet dream too." Andai ia bisa melihatku malam ini, aku pasti malu. Wajahku memerah ketika ia mengingat setiap detail kebiasaan yang kulakukan tiap akan tidur. Padahal ini bukan kali pertama ia berbicara seperti itu. Ia juga sangat melindungiku ketika kita berada di tempat umum. Namun bukan berarti ia protektif atau posesif. Katanya, ia hanya tak mau terjadi sesuatu denganku. Aku jadi merasa seperti anak kecil yang sedang dilindungi oleh orang tua. Ia hanya terkikik ketika aku bercerita tentang hal ini. Telepon genggam pun kumatikan. Kurasa, malam ini kan menjadi malam yang indah sebab ini kali pertama kita berbicara dari jarak kejauhan tanpa harus ada kecurigaan.

#30DWC #30DWCJilid16 #Day22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat Untuk Cinyo

Surat Untuk Cinyo, Cinyo, kamu datang dengan segala keluguanmu. Aku tak ingat kapan tepatnya kamu menghampiri rumahku. Yang kutahu hanyala...