Sabtu, 05 Januari 2019

Racun

Di sebuah hutan belantara, aku menunggangi kudaku sembari melihat pemandangan sekitar. Hitung-hitung aku tersasar dalam hutan sebesar ini, maka aku berusaha untuk menikmatinya saja, tak perlu dibawa gusar. Di sini sangat sepi, sesekali terdengar suara katak dan jangkrik yang berbunyi di sela rerumputan. Lalu, sama-samar kudengar nyanyian indah yang bergema melalui embusan angin. Aku terperangah, dari mana asal suara itu? Sementara ini hutan belantara. Aku tak yakin ada kehidupan di hutan ini. Lalu kudekati sumber suara itu, aku melihat seorang gadis berkulit putih seperti salju, bibirnya merah seperti darah, pula rambutnya hitam layaknya kayu ebony. Mungkin kau bisa bayangkan betapa cantiknya dia. Aku bisa merasakan desiran darah yang langsung mengalir deras dalam tubuhku. Detak jantungku tidak berpacu normal seperti biasanya, degupnya seakan meronta ingin loncat. Aku tak bisa menahannya, segera kuraih tangannya yang sedingin es dan menirukan nyanyian juga gerakan dansanya. Ia terkejut begitu menemukanku menggenggam jemarinya. Ia berlari kencang ketika aku berusaha menggapainya. Aku tak paham, apakah wajahku semenyeramkan itu sehingga aku menakutinya? Padahal aku seorang pangeran yang tersasar dalam hutan.

Aku menunggu—terus menunggu kabar tentang dirinya karena yang bisa kulakukan hanyalah berdiam diri di kamar. Aku tak bisa pergi mencarinya. Raja dan Ratu menghukumku karena aku pergi keluar istana tanpa sepengetahuan mereka. Namun sayang, kabar baik itu tak pernah sampai ke telinga. Kala suatu hari aku mendengar berita yang berasal dari dalam hutan. Ternyata dewi fortuna tidak berpihak kepadaku. Gadis yang kucintai tengah koma dan terbaring lemah di rumah sakit. Ia diduga memakan pil yang berlebihan. Banyak orang yang iri pada kecantikannya sehingga menginginkan dirinya lenyap. Tak henti-hentinya hujatan itu keluar dari mulut manusia yang iri. Dari situ aku memahami bahwa ia lebih nyaman tinggal di tengah hutan daripada hidup di tengah mewahnya kota. Tak hanya itu, dugaan lainnya menyatakan bahwa ia memakan apel beracun yang diberi oleh nenek sihir. Ia terlalu baik dan terlalu percaya pada orang asing sehingga lagi-lagi ia tergelepar tak sadarkan diri. Kabar lainnya datang dari pelosok istana, prajurit mengatakan bahwa racun yang berada dalam tubuhnya sudah menggerayangi gadis itu hingga ia sudah tak bisa tertolong lagi. Jiwaku runtuh seketika, inginku berteriak sekencang-kencangnya mengalahkan petir yang menggelegar. Bahkan di situ aku belum sempat mengetahui siapa namanya. Betapa bodohnya diriku yang terlambat untuk menyadari bahwa banyak orang yang membenci dirinya sampai membuatnya frustasi. Kalau kau mengira hanya dengan satu ciuman ia akan terbangun dari tidurnya, kau salah. Itu hanya mitos belaka yang terjadi pada negeri dongeng. Inilah negeriku, di mana kebanyakan orang lebih memilih menghujat tanpa memikirkan kebenarannya. Sekarang, kau telah menjadi racun yang menyerupai manusia. Kaulah racun yang berhasil menggerogoti jiwa seseorang sampai akhirnya ia benar-benar lenyap dari kehidupan.

***
Ia sudah pergi, lantas kau mau apa?

#30DWC #30DWCJilid16 #Day27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat Untuk Cinyo

Surat Untuk Cinyo, Cinyo, kamu datang dengan segala keluguanmu. Aku tak ingat kapan tepatnya kamu menghampiri rumahku. Yang kutahu hanyala...