Sabtu, 29 Desember 2018

Asing yang Tak Asing

Terlihat pria berusia sebayaku sedang mengelus-elus kucing peliharaannya sembari menggelitiki hewan mungil tersebut. Ia tinggal di samping persis rumahku berada. Tubuh kucing itu menggeliat kegelian saat dikelitiki olehnya. Tiap pagi, diam-diam aku selalu memperhatikan pria itu mengajak kucingnya bermain sebelum berangkat kuliah. Ia mengajak kucingnya mengitari komplek dengan sepeda, lalu ia taruh hewan tersebut di keranjang depan yang tertera pada sepedanya. Kucing itu sangat cantik dengan bulunya yang berwarna abu-abu lebat. Mata besarnya yang kehijauan membuat siapa saja gemas oleh kecantikan kucing itu. Aku sendiri bukanlah orang yang gemar menyukai hewan, namun aku mengakui gemas dengan dengan pemiliknya, apalagi kucing yang dimilikinya. Namun, aku sama sekali tidak mengetahui siapa nama pria itu walaupun rumah kami bersebelahan. Kebetulan, ia adalah warga asing yang baru pindah tepat di samping rumahku. Biar begitu, pendiriannya sangat dingin dan pendiam—lebih pendiam dari diriku. Aku tidak pernah bisa menebak jalan pikirannya. Namun satu hal yang harus kau tahu, kau pasti akan terlena dengan senyuman pria itu ketika dirinya tak sengaja menatap ke arahmu lalu tersenyum. Oh, aku berani bertaruh, senyumnya sangat manis seperti gulali!

Lalu, aku menyadari ada kejanggalan setelah seminggu ini tidak melihat dirinya bermain dengan kucing peliharaan itu. Aku mencoba melongok rumahnya, sepi. Tidak ada tanda kehidupan. Pekarangan rumahnya juga kotor dipenuhi oleh sampah dedaunan yang berserakan. Ke manakah dirinya? Pintu rumahnya pun digembok menandakan tidak ada orang di dalam. Aku penasaran, ke mana perginya pria itu? Apakah ia pindah rumah lagi? Tapi mengapa? Aku rindu melihat dirinya bermanja-manja dengan kucing tersebut. Pria itu seakan memberiku semangat walaupun aku hanya bisa memperhatikannya dalam diam. Aku belum ingin berpisah dengannya, aku masih ingin melihatnya. Aku belum siap kehilangannya.

Tiba-tiba terdengar suara ibu-ibu memanggil namaku dari kejauhan. Ia menghampiriku yang masih berdiri di depan rumah pria itu. Rupanya, ia memberi tahu bahwa pria itu sedang terbaring lemah di rumah sakit dan kucing peliharaannya mati terlindas mobil tiga hari yang lalu. Aku langsung lemas begitu mendengarnya. Entah mengapa, hal itu membuatku sedih, padahal aku tidak mengenalinya. Kemudian ibu itu berkata lagi bahwa pria itu tidak akan kembali ke rumah itu. Pupuslah sudah harapanku sekarang, ibu itu tidak mau memberitahuku di mana pria itu dirawat. Katanya pria itu butuh ketenangan, tidak mau diganggu karena ayah ibunya baru saja bercerai dan ia memilih untuk tinggal dengan ibunya. Aku hanya bergeming, menatap ibu itu lalu memeluknya. Aku hanya bisa mendoakannya dari sini agar pria itu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Tak lupa kutulis sebuah puisi di selembar kertas dan kubentuk menjadi seekor bangau nan indah. Kutitipkan kertas puisi bangau itu pada ibu tersebut agar ia terbang menemuimu, agar senyum bahagia senantiasa mewarnai harimu selalu.

#30DWC #30DWCJilid16 #Day20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat Untuk Cinyo

Surat Untuk Cinyo, Cinyo, kamu datang dengan segala keluguanmu. Aku tak ingat kapan tepatnya kamu menghampiri rumahku. Yang kutahu hanyala...