Sabtu, 01 Desember 2018

Hadiah


"Heyaa!" aku menepuk bahu perempuan itu seraya berjalan mengendap-endap, lalu mengagetkannya dari belakang.

"Apaan sih woy ngagetin aja! kenapa harus lo lagi sih? gua capek tau ga?!" tubuhnya hampir terjengkang ke belakang dan untung saja refleksku menahannya agar tidak jatuh. Iya, ini seperti macam sinetron ftv, namun kami tidak seberlebihan itu. Justru ia membentakku begitu saja karena terkejut. Sudah kuduga responnya akan seperti ini. Perempuan seperti dia mana bisa romantis, tapi aku menyukainya meskipun ia galak.

"Makanya, siang-siang jangan suka bengong!" ujarku sembari mengacak-acak rambutnya yang terurai untuk menetralisir suasana.

"Heh, bisa diem gak?! gak usah ngacak-acak rambut orang! lo tau gak? gua catok rambut ini tuh capek, karena rambut gua yang super-duper keriting!"

"Eh galak banget si cewek yang satu ini, ampun-ampun, mba."

"Gak, gak ada ampun bagi lo!"

"Hadeh, mau sampai kapan sih kamu begini terus? aku cuma mau kamu ketawa doang. Biar gak kusut itu muka."

"Stop, berhenti ngomong atau gua pergi dari sini." Ia meletakkan telunjuknya ke depan bibirku. Tatapannya sangat ganas seperti ingin menerkamku saat itu juga. Aku tak tahu apa yang membuat dirinya segalak ini padaku. Padahal aku tidak pernah berbuat salah padanya, aku hanya seorang seniornya di kampus dan kemudian aku jatuh cinta padanya.

"E-eee-eehh, berhenti gerak!" seruku layaknya petugas ucapara yang sedang bertugas di lapangan. Aku menahan lengannya dengan sigap dan menariknya kembali ke hadapanku.

"Mau apa lagi sih? belum puas gangguin anak orang, hah?!"

"Eitss, tunggu dulu dong. Nih, aku punya sesuatu. Sebentar, jangan ditinggalin. Awas loh. Kalau kamu ninggalin, berarti kamu punya hutang sama aku!" ancamku padanya sambil tersenyum geli. Aku gemas sekali kalau melihat ia cemberut seperti ini. Tapi siap-siap saja, aku akan terkena amukkannya sebentar lagi.

"Mana, gak usah lama-lama!" perempuan itu melipat kedua tangannya dengan gayanya yang dingin. Ia memang terkenal dingin dan cenderung cuek. Tak seperti perempuan lain yang kebanyakan haha-hihi kecentilan di depan lelaki.

"Nah, ini diaa!" aku mengambil sesuatu dari dalam ranselku dan membuatnya penasaran. "Eh tunggu dulu. Kamu harus tutup mata, baru nanti aku kasih. Terus, buka kedua tangan kamu lebar-lebar, nanti hadiahnya aku taruh di situ. Tapi ingat, jangan dibanting ya, aku bikinnya susah payah cuma buat kamu."

"Iya-iya, gak akan dibanting." Situasi sudah aman. Ia memejamkan matanya dan aku bisa melancarkan aksiku. Kuletakkan sebuah bingkai itu di kedua jemarinya yang terbuka lebar. Dalam hitungan ketiga, kusuruh ia membuka mata dan alangkah terkejutnya ia melihat bingkai yang barusan kuberi.

"Ginda, i.. ini gambar Calum? buat aku? kamu yang lukis?" sepertinya ia terlalu bahagia hingga bicaranya terbata-bata.

"Iya dong, itu buat kamu. Aku buat semalaman."

"Kenapa kamu baik banget? makasih ya, padahal aku selalu jahat sama kamu."

"Hmm, apa itu membutuhkan sebuah jawaban?" ia hanya diam menatapku. "Oke, begini ya sayang, aku cuma ingin kamu bahagia, kamu tersenyum, dan gak kusut terus. Aku gak mau ngeliat kamu cemberut tiap harinya, dan.. tadi kamu panggil aku dengan sebutan 'kamu'? aku tidak salah dengar, kan?"

"Hih, jangan geer deh. Lagian gua gak sengaja panggil lo dengan sebutan 'kamu'. Kebawa suasana. Jadi, please jangan kegeeran."

"Halaah, masa sih. Kalau iya juga gapapa, panggil sayang malah lebih bagus lagi."

"Heh Ginda, awas lo ya kalo godain gua lagi! sekali lagi lo ngomong gitu gua tonjok!" aku kabur seketika ia betul-betul ingin menghajarku. Aku tertawa terpingkal-pingkal melihatnya geram. Ternyata bahagia sesederhana ini. Melihatnya geram karenaku, ia jadi semakin menggemaskan. Aku hanya ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja dan ia harus tahu bahwa ada aku yang terus memperhatikannya setiap hari. Setidaknya, hadiahku sudah ia terima dengan aman walaupun lagi-lagi aku kena ocehannya. Aku yakin, hadiah pemberianku akan sangat disukainya. Lantas, hadiah untukku hari ini adalah, aku berterima kasih pada Tuhan karena masih mengizinkanku untuk membuatnya senang, meski hadiahnya tak seberapa. Namun gadis itu sangat berarti untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat Untuk Cinyo

Surat Untuk Cinyo, Cinyo, kamu datang dengan segala keluguanmu. Aku tak ingat kapan tepatnya kamu menghampiri rumahku. Yang kutahu hanyala...