Hai tuan, lagi-lagi hari ini kutuliskan
perasaanku di hatimu. Kubawakan aurora tuk menghiasi malammu. Kuundang musim
semi hadir tuk menghangatkanmu. Kupinta butiran salju tuk menyejukkan jiwamu.
Entah sudah keberapa kali, aku tak lagi
menghitung jumlahnya. Kurasa, aku terlalu sering menuliskanmu dalam aksara. Aku
pun tidak bosan menuliskanmu dalam tulisanku. Kau ingin tahu apa alasannya?
Karena aku ingin kau terus menetap dan tinggal dalam aksara yang kubuat. Aku
ingin kau tetap tinggal dalam imajinasiku walau hanya sekejap. Di sana, aku
bisa sebebasnya memujimu tanpa harus malu-malu mengungkapkan rasa. Aku ingin
kau menari-nari di benakku—berdansa bersama diterangi temaram lampu istana
kerajaan dan semua perhatian tamu tertuju pada kita. Walaupun kutahu, hal itu
hanyalah sebuah angan dalam ingatan. Aku terlalu berimajinasi, ya? Mana mungkin
kau merasakan apa yang kurasa, aku ini terkadang lucu. Aku memang suka
mengkhayal tentang hal yang tak mungkin terjadi.
Seringkali aku membayangkan bahwa aku bisa
memilikimu, namun aku belajar dari kehidupan bahwa cinta tidak harus memiliki.
Seperti kata Nug—tokoh fiksi dalam novel Kata, aku mencintaimu tanpa berharap
apa pun. Itu memang kebenarannya. Aku sedang tidak berbohong, tuan. Kalau kau
tidak percaya, coba tatap mataku. Ia tak pernah bohong, tak seperti mulut yang
terkadang berpura-pura untuk menutupi perasaan yang sedang hinggap dalam hati.
Tuan, kuharap kau tidak keberatan jika aku
menyimpan rasa ini secara sembunyi. Jangan paksa aku tuk berpaling, karena
hatinya masih terpatri untukmu. Ia telah menyelinap masuk ke dalam hatimu
diam-diam agar tidak ketahuan. Seperti pencuri yang datang dengan menyergap
lalu mengambil segalamu, tetapi aku tidak begitu. Aku tidak ingin mencuri
hatimu. Aku hanya ingin kau mengerti bahwa aku bisa mencintaimu sendirian tanpa
perlu balasan. Dengan melihatmu saja sepanjang hari sudah membuatku bahagia.
Dengan hadirnya dirimu, aku sudah lupa akan rasa sakitku. Cukup netra yang
berbicara, aku yakin kau merasakannya walaupun tidak terang-terangan. Karena di
netramu, kerlip bintang tersenyum riang kala sinar rembulan padam dihisap
kegelapan malam.
Kepada seorang pria dengan mata nan indah
dan senyumannya yang memabukkan. Binar senja pun kalah indahnya dengan merah
pipinya ketika ia tersenyum padaku.
Tertanda,
—jasminetales
Tidak ada komentar:
Posting Komentar