"Wah, Ndri lihat itu! ada nasi
kucing!" Gadis itu berseru padaku. Membuatku sebal karena teriakannya
membuat telingaku sakit.
"Apaan sih, Nay? kenapa? mau makan, hmm?
padahal baru juga selesai makan, masa mau makan lagi. Itu perut apa
karet?"
"Eh jangan gitu dong. Mumpung gua lagi
di Yogya, lu harus gunakan kesempatan ini. Makan bareng sama gua
sebanyak-banyaknya. Biarin lu gendut, gua gak peduli!"
"Yeh nih anak. Kayaknya cewek yang
doyan makan sampai segininya cuma lu doang deh. Kebanyakan cewek yang gua ajak
ngedate sambil makan pada jaim. Alasannya katanya takut gendut, jaga
body."
"Yaelah, masih mikirin gendut? cupu
lu. Ayo makan. Gak pake lama! atau lu yang gua tinggalin di sini."
"Dasar nyebelin lu ya! baru ke Yogya
sekali doang udah sok tahu banget."
Ia hanya menjulurkan lidahnya sembari
melipat kedua tangannya di dada. Bukan Nayla kalau tidak menyebalkan, aku sudah
hafal tiap perbuatannya.
"Oke deh, mau pilih apa?"
"Gua pilih nasi bandengnya dua, nasi
ayamnya dua, sama nasi bakar dua. Terus sate kerangnya dua dan apalagi ya? hmm,
sate paruhnya dua, dah cukup."
Aku terperangah begitu ia menyebutkan
makanan yang akan ia beli. Masalahnya, aku yang mentraktirnya makan gara-gara
aku sudah menjanjikannya tadi.
"Hah?!? wah gila, gila lu ya. Banyak
banget, itu lu yakin bakal habis? gua gak habis pikir. Lu selama tinggal di
Jakarta emangnya gak pernah makan ya?"
"Enak aja, ya gak bakal habislah.
Paling gua sisain."
"Ya terus kenapa lu belinya banyak,
nona manis?"
"Kan biar bisa dimakan juga sama adik
gua di rumah. Jadi gak gua doang yang kekenyangan, gitulhoo. Ah, si Endri
gimana sih. Lu kenal gua udah berapa tahun sih? kayak baru kenal aja deh."
"Iya, iya, iya. Ya udah, gua beliin.
Tapi inget, harus dimakan ya."
"Nah, gitu dong pak bos! makasih
ya!"
Ia meraih kantong plastik berisi makanan
tersebut. Aku belikan semua yang ia pinta. Berhubung Nayla adalah karibku, jadi
kulakukan semua untuknya. Termasuk membuatnya gendut malam ini. Kami memang
suka berkuliner bersama, bahkan debat kali ini bukanlah debat kali pertama
antara aku dan dirinya. Jadi, aku sudah memaklumi.
"Eiits, tunggu dulu. Ada satu hal yang
lu harus tau."
"Apaan tuh?"
"Bolehlah, sekali-kali lu masak buat
gua. Masakan lu kan enak, anggap aja gua suami lu, HAHAHA!"
"ENDRII! AWAS, GUA PECAT JADI TEMAN LU
YA!"
Teriaknya sambil berlari mengejarku yang
sudah lari terbirit-birit meninggalkan tenda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar