***
Brukkkkk, “Aduh! Kok sakit sih, lagi enak tidur diatas pohon malah
jatoh.” Ujar Amberly sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sontak, ia kaget dan
terdiam karena telah menimpa seseorang.
“Heh! Makanya kalo tidur itu jangan disembarang tempat. Jatoh kan jadinya. Udah bagus
ada gua disini, jadinya elo ga terlalu kesakitan.” Celetuk Adelio membalas
perkataan Amberly.
“Yeeh yaudah sih gausah nyolot bisa kali yaa.” Dengan tampang jutek,
Amberly berbicara padanya.
“Gausah sok imut lo.” Adelio bergegas pergi dari tempat itu sambil
memasang muka masam.
“Eh lo kok ngeselin banget sih!” Lalu, Amberly melanjutkan memotret
tanpa memikirkan kejadian tadi. Dan diam-diam ia mengambil gambar Adelio ketika
sudah berjalan menjauh.
****
“Gila itu orang, songong banget. Bukannya terima kasih karena dibawah
pohon ada gua tapi kenapa dia malah marah-marah sih. Udah jutek, galak lagi
ckck.” Gumam Adelio ketika tiba di rumahnya dan seketika ia langsung merebahkan
diri di kamar.
“Wuihh kenapa bro, lagi kesel? Biar gua tebak. Pasti orangnya itu cewek
yaa?” Tiba-tiba Ejian, adik Adelio mengagetkannya dari belakang.
“Ah lo ngagetin gua tau ga, kalo mau main nanti aja. Lagi ga mood nih.”
“Hehehe tenaang, gua kesini bukan mau ngajak main kok tapi mau minjem
playstation lo. Boleh ya??”
“Oh kirain mau main, yaudah sana
ambil.”
“Aseekk, nanti malem gua balikin playstationnya.” Ejian berjalan
kembali keluar dan membiarkan Adelio sendirian kembali. Dalam diam, terbesit
bayang bayang Amberly dibenaknya yang membuat Adelio sedikit terpesona.
****
Keesokan harinya, Adelio mengendarai Kawasaki Ninjanya dengan lincah di
parkiran SMAN 05 Jakarta, dan turun dari motor dengan gaya yang cool dan selalu memikat hati para
gadis.
“Hai Lio, gua punya surat
buat lu. Dan lu bisa liat di loker lu. Dibaca yah.” Dengan centilnya gadis itu
berlalu, tetapi Adelio tetap biasa saja dengan situasi seperti ini. Karena ia
memang pria popular disekolahnya, Ketika ia memasuki kelas XII.IPA 2. Tiba-tiba
ia terdiam dan sorotan matanya tertuju pada gadis yang duduk dipojok kelas.
Ia merasa bahwa ia pernah melihat gadis itu. Gadis yang dituju pun
akhirnya menyadari bahwa sedari tadi ada yang memperhatikannya. Dan Adelio
sengaja duduk didepan kursi Amberly.
“Eh?” Adelio memanggil gadis itu sambil ragu-ragu.
“Hmm, siapa ya? Tapi tunggu, biar gua inget-inget. Sebelumnya kita
pernah ketemu. Oh yaaa! Lu cowok ngeselin yang waktu itu ada dibawah pohon kan?”
“Oh iya, lo cewek yang songong itu kan? Ah kenapa harus lo lagi sih.”
“Ngomong-ngomong, ngapain lo duduk disini? Sana pindah. Gua ga mau duduk deket lo.”
“Jutek banget sih, bodo amat. Yang penting gua mau nya duduk disini.”
“Please, jangan ganggu gua!
Oke gua minta maaf karena waktu itu gua jutek, dan sekarang gua minta jangan
ganggu gua, oke!”
“Ga mau! Lo harus tanggung jawab.”
“Loh? Tanggung jawab apa?”
“Karena elo adalah orang yang udah berurusan sama gue. Mulai sekarang
elo harus jadi orang yang mau nemenin gua kemana pun gua pergi. Ya ibaratnya,
lo itu jadi bayangan gua lah.”
“Dih? Gabisa gitu dong...” Belum sempat Amberly melanjutkan
pembicaraannya, Adelio langsung meninggalkannya dan bergegas keluar.
Amberly pun langsung merasa kesal karena Adelio tidak mendengarkan
omongannya. Ternyata, Adelio pergi ke ruang osis untuk melihat-lihat beberapa
foto siswa-siswi yang berhasil memenangkan lomba di berbagai perlombaan.
Salah satunya, tertera foto Amberly yang sedang memotret pegunungan
dari kejauhan. Karena potretannya sangat mengesankan, ia mendapat juara I di
lomba “Kreasi Fotografi Kreatif.” Tak sadar, seulas senyum tersungging disana.
Waktu kian berjalan dengan cepat. Seperti perkataan Adelio pada
Amberly, ia selalu mengikuti Amberly kemanapun ia pergi. Tetapi, tetap saja
Amberly bersikap dingin padanya. Tak sengaja ketika Amberly baru memasuki
tangga utama sekolah, ia menabrak seseorang yang bertubuh tegap dan tubuh itu
langsung melindungi dirinya agar Amberly tak jatuh. Mata itupun bertemu.
Amberly tak sengaja menabrak pria tampan disekolah ini. Dan orang itu adalah
Adelio
“Woy, kalo jalan bisa liat-liat ga?” ekspresi Amberly terlihat biasa
saja tetapi cara ia berbicara seperti menyindir. Dengan kikuk, Adelio membalas
perkataannya.
“Yah elo lagi kan
ckck, bilang aja sih kalo nge-fans. Gausah menutup diri dari kenyataan deh.”
Adelio sebisa mungkin menutupi kecanggungannya dengan berbicara seperti itu.
“Elo jadi orang kepedean banget.” Ucap Amberly sambil berlalu. Adelio
hanya bisa menatap gadis itu dari kejauhan.
Sesaat ia berteriak,
“Dengar Amberly, awas aja kalo sampe lo beneran naksir gue. Dan, gue
yakin ga lama lagi lo bakal naksir gue!”
****
Adelio bersenandung di dalam kamar sambil memainkan gitarnya,
melihat-lihat foto-foto kelasnya nya disaat ia kelas tiga SMA. Dan tak pernah
ia sadari, matanya terpaku pada sesosok gadis yang berdiri dipojok kelas itu,
sebenarnya ia sudah menyukai Amberly sedari ia duduk dikelas satu. Memang
mereka tidak pernah sekelas, Tetapi ia selalu mengawasi Amberly semenjak
kejadian yang mempertemukan mereka dibawah pohon.
Ia meyangkal pikiran itu karena Amberly adalah gadis yang jutek, sampai
akhirnya mereka dapat satu kelas di kelas XII.IPA 2 ini. Adelio pun mulai
mengambil secarik kertas untuk menulis sebuah puisi :
Malam ini, aku melihat bintang tersenyum padaku
Membuat hati ini bahagia saat melihatnya
Dan membuat diri ini ingin berkata bahwa aku
mulai menyayanginya
Tetapi, ada satu hal yang menghambatku untuk
berkata
Ia terlalu dingin
Aku tak tahu bagaimana cara untuk menyampaikan
ini padanya
Aku tak tahu apa yang dirasakannya ketika kita
sedang berbicara
Dan menatap matanya pun aku tak mampu
Satu hal yang ingin ku tanyakan, apakah ia
menyimpan perasaan yang sama?
Sebersit bayangan Amberly tiba-tiba memenuhi benaknya ketika ia selesai
menulis sebuah puisi.
“Apa-apaan ini? Seorang Adelio, cowok popular disekolah bisa-bisanya
mempimpikan seorang cewek jutek dan dingin kayak dia? Mikir apa gua ini? gua
bisa dapetin cewek yang lebih manis daripada dia tapi kenapa gua malah naksir
dia sih?” ucapannya yang keras membuat Ejian adiknya, tersadar untuk meledek kakaknya
itu.
“Hai kak, marah-marah lagi ya? Sama siapa sih? Pastinya sama si cewek
jutek kan?”
“Sok tau aja lu.”
“Yeeh serius guaa, tadi gua denger lo nyebut-nyebut si cewek jutek itu.
Kalo boleh tau, siapa sih namanya?”
“Ah udah ga usah banyak nanya. Pergi sana!”
“Ga mau, gua akan terus disini sampe lo ngasih tau nama si cewek jutek
itu.”
“Oke oke, gua bakal kasih tau. Namanya Amberly, orangnya blasteran.
Cantik sih tapi juteknya ga nahan bro!”
“Waah boleh juga tuh hahaha.”
“Eh, pokoknya awas aja kalo lo juga naksir!”
“Hahaha, gua ga bakal naksir kok sama Amberly. Kenal juga enggak.”
Ejian pun langsung keluar kamar ketika ia sudah tahu siapa gadis yang disukai
kakaknya.
****
Keesokan harinya, Adelio melihat Amberly sedang berbonceng sepeda
dengan siswa kelas XII.IPS 1, bernama Alexander. Seketika Adelio geram
melihatnya. Ternyata, tanpa sepengetauan Adelio, ia memang sudah dekat dengan
Alexander. Tetapi amberly tidak pernah mengumbar rahasia ini, termasuk siswa
siswi lainnya tak pernah tahu bahwa Alexander adalah kekasihnya. Amberly tak
mau ini menjadi masalah berikutnya dengan Adelio dan ia juga tak mau Alexander
salah paham. Maka sengaja Adelio berjalan melewati mereka dengan tatapan tidak
suka.
Setelah ia melewatinya, ia bergegas untuk menunggu Amberly didepan
kelas, dan kebetulan arah kelas Amberly dan Alexander tidak searah, maka dari
itu Adelio berani untuk menunggu Amberly disana.
“Amberly tunggu, jangan masuk kelas sebelum gua bolehin.”
“Lho, kenapa?”
“Sejak kapan lo pacaran sama Alexander?”
“Emangnya perlu banget lo tau?”
“Ya perlu dong. Kan
gua udah pernah bilang kalo kemanapun gua pergi, lo harus ada disamping gua.
Tapi karena elo selalu ngelak, yaudah gua terpaksa bebasin lo.”
“Emangnya lo siapa gua? Terserah gua dong mau jalan sama siapa. Dan
satu hal, gua udah terlanjur sayang Alexander.” Dengan sigap, Amberly mendorong
pintu kelas hingga berdebam.
“Amberly, gua sayang lo.” Dengan pelan, Adelio mengucapkannya.
****
Hingga saatnya tiba, Adelio sengaja berangkat pagi sekali untuk bisa
menaruh puisi yang pernah ia buat untuk Amberly dan meletakkannya dimejanya.
Dan ia membuat aba-aba kepada teman-temannya agar tidak berbicara kepada
Amberly kalau yang membuat puisi itu adalah Adelio. Dan sesaat kemudian,
Amberly datang dan menemukan sepucuk surat
puisi itu.
“Ini dari siapa?” Amberly bicara pada teman sebangkunya.
“Gua ga tau.”
“Oh, buat siapa emang?”
“Katanya sih buat elu.”
“Oh buat gua, kirain buat elu.”
“Ya enggaklah, buat apaan gua dikasih surat. Lagian kalo mau ngomong lewat sms/bbm kan bisa.”
“Ahahaha iya juga sih. Siapa ya kira-kira? Ngomong lewat sms/bbm kan bisa, udah gitu
ngomong langsung kan
lebih enak, kenapa ngirim surat
ya?”
“Ga tau lah, mungkin aja dia ga pede. Atau mungkin dia suka lo kali.”
“Suka? Gua gaada yang suka kok. Lagian kan gua udah ada Alexander dan itu cuma lu
aja yang tau.”
“Udah pokoknya lu baca aja isinya. Dan itu terserah lu mau pilih
Alexander atau orang yang nulis surat
itu buat lu.”
“Hmm, okelah. Itu gampang. Lagian, tanpa sepengetahuan orang-orang gua
udah lama ga sama Alexander lagi. Dia udah pindah ke Amsterdam. Negara asalnya.”
Adelio hanya bisa melihatnya tanpa berkata-kata. Ia sangat senang
Amberly bisa tersenyum seperti itu dan andai saja amberly bisa mengetahui siapa
penulis dari surat
puisi itu. Ia langsung pura-pura memasang muka kecut ketika Amberly mendekat.
“Eh, Adelio. Lu tau yang bikin surat
ini siapa?”
“Kepo banget lu.”
“Seriusan gua pengen tau Adelio. Please don’t make me angry with you again.
I just want us peace. Kita tuh dari pertama masuk kelas dua belas
masa marahan terus sih.”
“Nah ini yang gua suka. Akhirnya lu ngalah juga.”
“Del,
gua kaya gini bukannya gua kalah atas perlakuan lo selama ini. Tapi karena gua
cuma pengen lo sadar, dan lo bisa mandang gua sebagai temen dan bukan sebagai
musuh.”
“Hmm, tapi sayangnya gua masih ga suka sama tingkah lo Amber.”
“Oh gitu?!? Jadi lo ga terima nih? Oke, sampe kapan pun gua ga bakal
minta maaf duluan lagi. Jahat banget sih lo!”
“Okay, lo pikir gua takut? Haha!”
Amberly pun menjauh dengan rasa jengkel yang menggebu-gebu. Ia tak
menyangka Adelio tidak mau memaafkannya.
Tetapi nasib berkata lain, mereka disatukan dalam kelompok Bahasa
Indonesia yang mau tak mau mereka harus bekerja sama. Mereka bekerja dengan
acuh tak acuh, saling mendiamkan satu sama lain, bahkan setiap Amberly ingin
bertanya kepada Adelio, ia hanya mengacuhkannya dan mendiamkannya. Hatinya
keras seperti baja. Padahal Amberly sudah bersikap sewajarnya layaknya seorang
teman. Amberly benar-benar tak habis pikir dengan pria yang satu ini.
“Gua bener-bener bingung sama tingkah Adelio
yang kian waktu, kian hari, kian detik selalu begitu. Dan kenapa setiap gua mau
hubungi dia selalu gabisa?!? Kenapa dia ga maafin gua sih? Tempramen banget.
Gua emosi juga ada alasannya. Jadi dia ga berhak buat terus-terusan jutekin
gua.” Ungkapnya dalam hati yang membuat kepalanya
semakin pening.”
“Eh, ngapain lo bengong? Bukannya kerja malah bengong. Mikirin siapa
sih.” Sontak, suara Adelio menyadarkannya dalam lamunan itu.
“Ngapain lo nanyain? Emang peduli?”
“Gua cuma mau kasih tau kalo nanti sore kita ketemuan di taman.”
“Buat apa?”
“Ya mau ngerjain tugas ini lah, jangan geer dulu deh. Gaada yang mau
ngajak nge-date lo kok.”
“Yeeh siapa juga yang geer, lagian gua ga bakal dateng kok.”
“Pokoknya awas aja kalo lo ga dateng, gua ga bakal tulis nama lo.”
“Duhh ribet banget sih! Iya, gua bakal dateng janji.”
Selesailah pembicaraan mereka pada saat itu. Amberly lega karena telah
berbicara padanya. Tetapi ia tak siap untuk bertemu Adelio di taman. Ia masih
terlalu takut untuk menatap matanya.
****
Amberly tiba tepat waktu dari waktu yang sudah ditentukan Adelio dan
rupanya Adelio belum datang. Lagi-lagi pernyataan itu membuat Amberly kesal
karena merasa dibohongi Adelio. Tetapi, beberapa jam kemudian Adelio datang
dengan Kawasaki Ninjanya dan membuat amberly deg-degan, bahkan amberly selalu
meyakinkan dirinya agar tidak jatuh cinta padanya. Adelio pun mendekat dan
menyapa Amberly dengan santainya seakan ia lupa akan janjinya.
“Eh Adelio yang sok kegantengan, lo tau ini udah jam berapa? Udah
hampir maghrib dan elo baru dateng? Keterlaluan banget sih. Lo mau bohongin
gua? Ga bakalan gua mau percaya. Sekali lagi lo ngajak janjian, gua ga bakal
dateng! Dan ini udah mau malem, gua harus pulang.”
Dengan sigap, Adelio langsung menyambar tangan amberly dan membuat
gadis itu terdiam.
“Mau apa lagi? Udah ga ada lagi yang mau di omongin kan? Lepasin, gua mau balik. Lagian, emang
di mata lo gua itu penting? Udahlah, gua itu orang asing kan bagi lo?!”
Adelio hanya menatap mata itu dan malah menggenggamnya lebih erat.
Amberly berusaha untuk menyingkirkan tangan itu, tetapi tangan itu terlalu
kuat.
“Apa lagi sih hah? Belum puas lo nyakitin gua dengan sikap dan sifat lo
yang kaya gitu? Lo diemin gue, ga pernah tanggepin gua kalo gua nanya kelompok,
lo selalu salahin gue, keegoisan lo dan lo ga mau maafin gue. Sekarang apa
lagi? Lo mau bikin gua tambah marah?!!”
Pelan-pelan Adelio melepaskan genggaman itu, perlahan Amberly sedikit
mengeluarkan air mata karena tidak kuat dengan tingkah Adelio yang selalu
mengganggunya.
“Amber, dengerin ya. Gua ga pernah mau nyari masalah sama lo.”
“Apa? Ga pernah nyari masalah? Lo ga nyadar ya? Bener-bener parah. Lo
tuh selalu menyangkal apa yang terjadi tau ga!”
“Seriusan, gua suka nyari masalah sama lo karena gua suka sama sifat
dan sikap lo yang kuat, yang ga mau kalah sama gua, yang tegar. Gua suka tiap
lo lagi marah dan tiap kita bicara. Gua suka cara lo ngomong waktu kita ketemu
di bawah pohon. Gua suka cara lo waktu lagi potret pemandangan. Dan gua suka,
tapi gua terlalu malu dan terlalu takut buat bilang hal ini kalo..
s-sse-benernya gua sayang lo Amber.”
Amberly terpaku untuk medengar perkataan ini. Ia tak percaya orang yang
selama ini ia benci akhirnya menyukainya.
“Duhh, please deh jangan
bikin gua tambah pusing sama kata-kata lo deh.”
“Tapi gua ga bohong Amber, believe
me.”
“Terus, lo mau ngapain?”
“Ya gua mau sekarang, hari ini dan detik ini juga kita baikan.”
“Serius? Seorang Adelio, cowok popular disekolah yang banyak disukain
cewek itu bisa naksir gue? Ahaha it’s
impossible, right?”
“Gua serius banget Amberly.”
“Hmm, okedeh gua pegang kata-kata lo. Tapi.. sorry gua ga bisa bales perasaan lo.”
“Ke-kenapa Amber?”
“Tadinya gua sempet ada perasaan, tapi gua udah terlanjur move on dan gua ga bisa pertahanin
perasaan ini karena..” Amberly pun menunduk dan tak berani menatap mata itu.
“Karena apa Amber? Apa lo masih kecewa sama gue?”
“Bukan, gua ga kecewa. Tapi gua ga bisa terima kenyataan ini. Tolong
jangan paksa gua, please.”
“Gua tau lo kecewa, maaf banget Amber. Tapi gua harap kita bisa baikan
dan berteman.”
“Iya gapapa.. penyesalan itu selalu datang belakangan, hmm, kalo mau
kerja kelompok kayaknya besok aja. Lu bisa kerumah gua kok.”
Tiba-tiba sesosok pria bertubuh tinggi, memakai kaos biru dilapisi
jaket jeans datang mendekati mereka dan menjemput Amberly.
“Hai Amberly, Lagi sama temen ya?” pria itu pun menyapa mereka sambil
tersenyum.
“Hai, iya sebentar lagi mau pulang kok. Kamu tumben dateng? Cari aku
ya?” Pria itu mengiyakan pertanyaan Amberly dan berkenalan dengan Adelio.
“Kenalkan, nama saya Nadhif. Teman Amberly.” Ia pun menjabat tangan
Adelio dengan ramah. Seketika hati Adelio remuk karena ternyata Amberly sedang
dekat dengan pria lain selain dirinya. Ternyata Adelio telat menyadari semua
ini karena keegoisannya.
“Gua Adelio, teman sekelasnya. Jaga Amberly ya. Jangan bikin dia
kecewa.”
“Itu pasti, gua udah kenal Amber lama banget sebelum dia masuk SMA,
tapi Amber ga pernah cerita ke siapa pun. Dia orangnya itu ga gampang untuk
menceritakan sesuatu ke orang yang belum dia kenal dekat.”
“Baguslah, jadi gua ga cemas.”
“Oke deh, gua sama Amberly balik dulu ya. Lu hati-hati.”
Dan Amberly melambaikan tangannya sambil tersenyum kepada Adelio.
****
Langit di sore hari itu kebetulan sedikit mendung, seperti hati Adelio
yang sedang berkecamuk. Menelusuri sungai di sepanjang taman. Ia tak mengerti
apa yang terjadi. Ia pikir ini akan berakhir indah tapi ternyata berbanding
terbalik dengan kenyataannya. Ia mencoba untuk berpura-pura kuat tetapi gagal.
Amberly bersama Nadhif. Ia menyesal karena tidak mengakui perasaannya terhadap
Amberly lebih awal.
****
~He takes your hand,
I die a little
I wacth your eyes,
And I’m in riddle
Why can’t you look at me like that?~ One
Direction – I Wish
“Lo tuh ibarat bintang, yang bersinar di malam
hari. Tapi susah banget buat di gapai,
orang yang selalu memancarkan cahaya di hidup gue tapi gue ga bisa memiliki
lo.”
-Adelio.
“Lo itu ibarat bayangan yang selalu ngikutin
gua kemana pun gua pergi, tapi ga pernah nunjukin kalo sosok lo tuh kaya apa,
lo baru menunjukannya setelah lo mengakui semuanya.”-Amberly
“THE
END”
fans asli 5sos banget lu gar bikin buku gih yg bnyak
BalasHapuskarya karya yang indah untuk 5sos asoy dhaaa
BalasHapusWkwk aminn, someday ya dinn doain gua cepet cepet bikin suatu karya wkwk :D
BalasHapusMakasii wkwk, semoga seneng ya sama ceritanya wkwk