Sabtu, 22 Agustus 2015

I Wish



Siang itu, terik matahari menyinari kota Jakarta. Waktu dimana semua orang sibuk dengan pekerjaannya, dan lalu lalang kendaraan tak henti-hentinya melalui kota itu. Namun Amberly, gadis remaja yang periang itu malah asik memotret pemandangan dengan asyiknya di atas pohon yang berada di tempat yang tidak terlalu bising. Sinar matahari mulai memasuki celah-celah pohon, membuat suasana menjadi tentram dan sunyi. Semuanya terlihat dengan jelas, angin sepoi-sepoi membelai rambutnya dengan santainya sehingga membuatnya sedikit mengantuk. Akhirnya, perlahan Amberly memejamkan mata, sedikit demi sedikit mulai memasuki dunia mimpi dan tiba-tiba ia merasa tubuhnya sakit sekali seperti tertimpa batu, sehingga ia terbangun dan terpaksa menghentikan mimpinya. Ternyata, ia telah menimpa seseorang yang berada dibawah pohon. Aaah tidakk!
***

Brukkkkk, “Aduh! Kok sakit sih, lagi enak tidur diatas pohon malah jatoh.” Ujar Amberly sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sontak, ia kaget dan terdiam karena telah menimpa seseorang.

“Heh! Makanya kalo tidur itu jangan disembarang tempat. Jatoh kan jadinya. Udah bagus ada gua disini, jadinya elo ga terlalu kesakitan.” Celetuk Adelio membalas perkataan Amberly.

“Yeeh yaudah sih gausah nyolot bisa kali yaa.” Dengan tampang jutek, Amberly berbicara padanya.

“Gausah sok imut lo.” Adelio bergegas pergi dari tempat itu sambil memasang muka masam.

“Eh lo kok ngeselin banget sih!” Lalu, Amberly melanjutkan memotret tanpa memikirkan kejadian tadi. Dan diam-diam ia mengambil gambar Adelio ketika sudah berjalan menjauh.

****

“Gila itu orang, songong banget. Bukannya terima kasih karena dibawah pohon ada gua tapi kenapa dia malah marah-marah sih. Udah jutek, galak lagi ckck.” Gumam Adelio ketika tiba di rumahnya dan seketika ia langsung merebahkan diri di kamar.

“Wuihh kenapa bro, lagi kesel? Biar gua tebak. Pasti orangnya itu cewek yaa?” Tiba-tiba Ejian, adik Adelio mengagetkannya dari belakang.

“Ah lo ngagetin gua tau ga, kalo mau main nanti aja. Lagi ga mood nih.”

“Hehehe tenaang, gua kesini bukan mau ngajak main kok tapi mau minjem playstation lo. Boleh ya??”

“Oh kirain mau main, yaudah sana ambil.”

“Aseekk, nanti malem gua balikin playstationnya.” Ejian berjalan kembali keluar dan membiarkan Adelio sendirian kembali. Dalam diam, terbesit bayang bayang Amberly dibenaknya yang membuat Adelio sedikit terpesona.

****

Keesokan harinya, Adelio mengendarai Kawasaki Ninjanya dengan lincah di parkiran SMAN 05 Jakarta, dan turun dari motor dengan gaya yang cool dan selalu memikat hati para gadis.

“Hai Lio, gua punya surat buat lu. Dan lu bisa liat di loker lu. Dibaca yah.” Dengan centilnya gadis itu berlalu, tetapi Adelio tetap biasa saja dengan situasi seperti ini. Karena ia memang pria popular disekolahnya, Ketika ia memasuki kelas XII.IPA 2. Tiba-tiba ia terdiam dan sorotan matanya tertuju pada gadis yang duduk dipojok kelas.

Ia merasa bahwa ia pernah melihat gadis itu. Gadis yang dituju pun akhirnya menyadari bahwa sedari tadi ada yang memperhatikannya. Dan Adelio sengaja duduk didepan kursi Amberly.

“Eh?” Adelio memanggil gadis itu sambil ragu-ragu.

“Hmm, siapa ya? Tapi tunggu, biar gua inget-inget. Sebelumnya kita pernah ketemu. Oh yaaa! Lu cowok ngeselin yang waktu itu ada dibawah pohon kan?”

“Oh iya, lo cewek yang songong itu kan? Ah kenapa harus lo lagi sih.”

“Ngomong-ngomong, ngapain lo duduk disini? Sana pindah. Gua ga mau duduk deket lo.”

“Jutek banget sih, bodo amat. Yang penting gua mau nya duduk disini.”

Please, jangan ganggu gua! Oke gua minta maaf karena waktu itu gua jutek, dan sekarang gua minta jangan ganggu gua, oke!”

“Ga mau! Lo harus tanggung jawab.”

“Loh? Tanggung jawab apa?”

“Karena elo adalah orang yang udah berurusan sama gue. Mulai sekarang elo harus jadi orang yang mau nemenin gua kemana pun gua pergi. Ya ibaratnya, lo itu jadi bayangan gua lah.”

“Dih? Gabisa gitu dong...” Belum sempat Amberly melanjutkan pembicaraannya, Adelio langsung meninggalkannya dan bergegas keluar.

Amberly pun langsung merasa kesal karena Adelio tidak mendengarkan omongannya. Ternyata, Adelio pergi ke ruang osis untuk melihat-lihat beberapa foto siswa-siswi yang berhasil memenangkan lomba di berbagai perlombaan.

Salah satunya, tertera foto Amberly yang sedang memotret pegunungan dari kejauhan. Karena potretannya sangat mengesankan, ia mendapat juara I di lomba “Kreasi Fotografi Kreatif.” Tak sadar, seulas senyum tersungging disana.

Waktu kian berjalan dengan cepat. Seperti perkataan Adelio pada Amberly, ia selalu mengikuti Amberly kemanapun ia pergi. Tetapi, tetap saja Amberly bersikap dingin padanya. Tak sengaja ketika Amberly baru memasuki tangga utama sekolah, ia menabrak seseorang yang bertubuh tegap dan tubuh itu langsung melindungi dirinya agar Amberly tak jatuh. Mata itupun bertemu. Amberly tak sengaja menabrak pria tampan disekolah ini. Dan orang itu adalah Adelio

“Woy, kalo jalan bisa liat-liat ga?” ekspresi Amberly terlihat biasa saja tetapi cara ia berbicara seperti menyindir. Dengan kikuk, Adelio membalas perkataannya.

“Yah elo lagi kan ckck, bilang aja sih kalo nge-fans. Gausah menutup diri dari kenyataan deh.” Adelio sebisa mungkin menutupi kecanggungannya dengan berbicara seperti itu.

“Elo jadi orang kepedean banget.” Ucap Amberly sambil berlalu. Adelio hanya bisa menatap gadis itu dari kejauhan.

Sesaat ia berteriak,

“Dengar Amberly, awas aja kalo sampe lo beneran naksir gue. Dan, gue yakin ga lama lagi lo bakal naksir gue!”

****

Adelio bersenandung di dalam kamar sambil memainkan gitarnya, melihat-lihat foto-foto kelasnya nya disaat ia kelas tiga SMA. Dan tak pernah ia sadari, matanya terpaku pada sesosok gadis yang berdiri dipojok kelas itu, sebenarnya ia sudah menyukai Amberly sedari ia duduk dikelas satu. Memang mereka tidak pernah sekelas, Tetapi ia selalu mengawasi Amberly semenjak kejadian yang mempertemukan mereka dibawah pohon.
Ia meyangkal pikiran itu karena Amberly adalah gadis yang jutek, sampai akhirnya mereka dapat satu kelas di kelas XII.IPA 2 ini. Adelio pun mulai mengambil secarik kertas untuk menulis sebuah puisi :

Malam ini, aku melihat bintang tersenyum padaku
Membuat hati ini bahagia saat melihatnya
Dan membuat diri ini ingin berkata bahwa aku mulai menyayanginya
Tetapi, ada satu hal yang menghambatku untuk berkata
Ia terlalu dingin
Aku tak tahu bagaimana cara untuk menyampaikan ini padanya
Aku tak tahu apa yang dirasakannya ketika kita sedang berbicara
Dan menatap matanya pun aku tak mampu
Satu hal yang ingin ku tanyakan, apakah ia menyimpan perasaan yang sama?

Sebersit bayangan Amberly tiba-tiba memenuhi benaknya ketika ia selesai menulis sebuah puisi.

“Apa-apaan ini? Seorang Adelio, cowok popular disekolah bisa-bisanya mempimpikan seorang cewek jutek dan dingin kayak dia? Mikir apa gua ini? gua bisa dapetin cewek yang lebih manis daripada dia tapi kenapa gua malah naksir dia sih?” ucapannya yang keras membuat Ejian adiknya, tersadar untuk meledek kakaknya itu.

“Hai kak, marah-marah lagi ya? Sama siapa sih? Pastinya sama si cewek jutek kan?”

“Sok tau aja lu.”

“Yeeh serius guaa, tadi gua denger lo nyebut-nyebut si cewek jutek itu. Kalo boleh tau, siapa sih namanya?”

“Ah udah ga usah banyak nanya. Pergi sana!”

“Ga mau, gua akan terus disini sampe lo ngasih tau nama si cewek jutek itu.”

“Oke oke, gua bakal kasih tau. Namanya Amberly, orangnya blasteran.
Cantik sih tapi juteknya ga nahan bro!”

“Waah boleh juga tuh hahaha.”

“Eh, pokoknya awas aja kalo lo juga naksir!”

“Hahaha, gua ga bakal naksir kok sama Amberly. Kenal juga enggak.” Ejian pun langsung keluar kamar ketika ia sudah tahu siapa gadis yang disukai kakaknya.

****

Keesokan harinya, Adelio melihat Amberly sedang berbonceng sepeda dengan siswa kelas XII.IPS 1, bernama Alexander. Seketika Adelio geram melihatnya. Ternyata, tanpa sepengetauan Adelio, ia memang sudah dekat dengan Alexander. Tetapi amberly tidak pernah mengumbar rahasia ini, termasuk siswa siswi lainnya tak pernah tahu bahwa Alexander adalah kekasihnya. Amberly tak mau ini menjadi masalah berikutnya dengan Adelio dan ia juga tak mau Alexander salah paham. Maka sengaja Adelio berjalan melewati mereka dengan tatapan tidak suka.

Setelah ia melewatinya, ia bergegas untuk menunggu Amberly didepan kelas, dan kebetulan arah kelas Amberly dan Alexander tidak searah, maka dari itu Adelio berani untuk menunggu Amberly disana.

“Amberly tunggu, jangan masuk kelas sebelum gua bolehin.”

“Lho, kenapa?”

“Sejak kapan lo pacaran sama Alexander?”

“Emangnya perlu banget lo tau?”

“Ya perlu dong. Kan gua udah pernah bilang kalo kemanapun gua pergi, lo harus ada disamping gua. Tapi karena elo selalu ngelak, yaudah gua terpaksa bebasin lo.”

“Emangnya lo siapa gua? Terserah gua dong mau jalan sama siapa. Dan satu hal, gua udah terlanjur sayang Alexander.” Dengan sigap, Amberly mendorong pintu kelas hingga berdebam.

“Amberly, gua sayang lo.” Dengan pelan, Adelio mengucapkannya.

****

Hingga saatnya tiba, Adelio sengaja berangkat pagi sekali untuk bisa menaruh puisi yang pernah ia buat untuk Amberly dan meletakkannya dimejanya. Dan ia membuat aba-aba kepada teman-temannya agar tidak berbicara kepada Amberly kalau yang membuat puisi itu adalah Adelio. Dan sesaat kemudian, Amberly datang dan menemukan sepucuk surat puisi itu.

“Ini dari siapa?” Amberly bicara pada teman sebangkunya.

“Gua ga tau.”

“Oh, buat siapa emang?”

“Katanya sih buat elu.”

“Oh buat gua, kirain buat elu.”

“Ya enggaklah, buat apaan gua dikasih surat. Lagian kalo mau ngomong lewat sms/bbm kan bisa.”

“Ahahaha iya juga sih. Siapa ya kira-kira? Ngomong lewat sms/bbm kan bisa, udah gitu ngomong langsung kan lebih enak, kenapa ngirim surat ya?”

“Ga tau lah, mungkin aja dia ga pede. Atau mungkin dia suka lo kali.”

“Suka? Gua gaada yang suka kok. Lagian kan gua udah ada Alexander dan itu cuma lu aja yang tau.”

“Udah pokoknya lu baca aja isinya. Dan itu terserah lu mau pilih Alexander atau orang yang nulis surat itu buat lu.”

“Hmm, okelah. Itu gampang. Lagian, tanpa sepengetahuan orang-orang gua udah lama ga sama Alexander lagi. Dia udah pindah ke Amsterdam. Negara asalnya.”

Adelio hanya bisa melihatnya tanpa berkata-kata. Ia sangat senang Amberly bisa tersenyum seperti itu dan andai saja amberly bisa mengetahui siapa penulis dari surat puisi itu. Ia langsung pura-pura memasang muka kecut ketika Amberly mendekat.

“Eh, Adelio. Lu tau yang bikin surat ini siapa?”

“Kepo banget lu.”

“Seriusan gua pengen tau Adelio. Please don’t make me angry with you again.  I just want us peace. Kita tuh dari pertama masuk kelas dua belas masa marahan terus sih.”

“Nah ini yang gua suka. Akhirnya lu ngalah juga.”

“Del, gua kaya gini bukannya gua kalah atas perlakuan lo selama ini. Tapi karena gua cuma pengen lo sadar, dan lo bisa mandang gua sebagai temen dan bukan sebagai musuh.”

“Hmm, tapi sayangnya gua masih ga suka sama tingkah lo Amber.”

“Oh gitu?!? Jadi lo ga terima nih? Oke, sampe kapan pun gua ga bakal minta maaf duluan lagi. Jahat banget sih lo!”

“Okay, lo pikir gua takut? Haha!”

Amberly pun menjauh dengan rasa jengkel yang menggebu-gebu. Ia tak menyangka Adelio tidak mau memaafkannya.
Tetapi nasib berkata lain, mereka disatukan dalam kelompok Bahasa Indonesia yang mau tak mau mereka harus bekerja sama. Mereka bekerja dengan acuh tak acuh, saling mendiamkan satu sama lain, bahkan setiap Amberly ingin bertanya kepada Adelio, ia hanya mengacuhkannya dan mendiamkannya. Hatinya keras seperti baja. Padahal Amberly sudah bersikap sewajarnya layaknya seorang teman. Amberly benar-benar tak habis pikir dengan pria yang satu ini.

“Gua bener-bener bingung sama tingkah Adelio yang kian waktu, kian hari, kian detik selalu begitu. Dan kenapa setiap gua mau hubungi dia selalu gabisa?!? Kenapa dia ga maafin gua sih? Tempramen banget. Gua emosi juga ada alasannya. Jadi dia ga berhak buat terus-terusan jutekin gua.” Ungkapnya dalam hati yang membuat kepalanya semakin pening.”

“Eh, ngapain lo bengong? Bukannya kerja malah bengong. Mikirin siapa sih.” Sontak, suara Adelio menyadarkannya dalam lamunan itu.

“Ngapain lo nanyain? Emang peduli?”

“Gua cuma mau kasih tau kalo nanti sore kita ketemuan di taman.”

“Buat apa?”

“Ya mau ngerjain tugas ini lah, jangan geer dulu deh. Gaada yang mau ngajak nge-date lo kok.”

“Yeeh siapa juga yang geer, lagian gua ga bakal dateng kok.”

“Pokoknya awas aja kalo lo ga dateng, gua ga bakal tulis nama lo.”

“Duhh ribet banget sih! Iya, gua bakal dateng janji.”

Selesailah pembicaraan mereka pada saat itu. Amberly lega karena telah berbicara padanya. Tetapi ia tak siap untuk bertemu Adelio di taman. Ia masih terlalu takut untuk menatap matanya.

****

Amberly tiba tepat waktu dari waktu yang sudah ditentukan Adelio dan rupanya Adelio belum datang. Lagi-lagi pernyataan itu membuat Amberly kesal karena merasa dibohongi Adelio. Tetapi, beberapa jam kemudian Adelio datang dengan Kawasaki Ninjanya dan membuat amberly deg-degan, bahkan amberly selalu meyakinkan dirinya agar tidak jatuh cinta padanya. Adelio pun mendekat dan menyapa Amberly dengan santainya seakan ia lupa akan janjinya.

“Eh Adelio yang sok kegantengan, lo tau ini udah jam berapa? Udah hampir maghrib dan elo baru dateng? Keterlaluan banget sih. Lo mau bohongin gua? Ga bakalan gua mau percaya. Sekali lagi lo ngajak janjian, gua ga bakal dateng! Dan ini udah mau malem, gua harus pulang.”

Dengan sigap, Adelio langsung menyambar tangan amberly dan membuat gadis itu terdiam.

“Mau apa lagi? Udah ga ada lagi yang mau di omongin kan? Lepasin, gua mau balik. Lagian, emang di mata lo gua itu penting? Udahlah, gua itu orang asing kan bagi lo?!”

Adelio hanya menatap mata itu dan malah menggenggamnya lebih erat. Amberly berusaha untuk menyingkirkan tangan itu, tetapi tangan itu terlalu kuat.

“Apa lagi sih hah? Belum puas lo nyakitin gua dengan sikap dan sifat lo yang kaya gitu? Lo diemin gue, ga pernah tanggepin gua kalo gua nanya kelompok, lo selalu salahin gue, keegoisan lo dan lo ga mau maafin gue. Sekarang apa lagi? Lo mau bikin gua tambah marah?!!”

Pelan-pelan Adelio melepaskan genggaman itu, perlahan Amberly sedikit mengeluarkan air mata karena tidak kuat dengan tingkah Adelio yang selalu mengganggunya.

“Amber, dengerin ya. Gua ga pernah mau nyari masalah sama lo.”

“Apa? Ga pernah nyari masalah? Lo ga nyadar ya? Bener-bener parah. Lo tuh selalu menyangkal apa yang terjadi tau ga!”

“Seriusan, gua suka nyari masalah sama lo karena gua suka sama sifat dan sikap lo yang kuat, yang ga mau kalah sama gua, yang tegar. Gua suka tiap lo lagi marah dan tiap kita bicara. Gua suka cara lo ngomong waktu kita ketemu di bawah pohon. Gua suka cara lo waktu lagi potret pemandangan. Dan gua suka, tapi gua terlalu malu dan terlalu takut buat bilang hal ini kalo.. s-sse-benernya gua sayang lo Amber.”

Amberly terpaku untuk medengar perkataan ini. Ia tak percaya orang yang selama ini ia benci akhirnya menyukainya.

“Duhh, please deh jangan bikin gua tambah pusing sama kata-kata lo deh.”

“Tapi gua ga bohong Amber, believe me.”

“Terus, lo mau ngapain?”

“Ya gua mau sekarang, hari ini dan detik ini juga kita baikan.”

“Serius? Seorang Adelio, cowok popular disekolah yang banyak disukain cewek itu bisa naksir gue? Ahaha it’s impossible, right?”

“Gua serius banget Amberly.”

“Hmm, okedeh gua pegang kata-kata lo. Tapi.. sorry gua ga bisa bales perasaan lo.”

“Ke-kenapa Amber?”

“Tadinya gua sempet ada perasaan, tapi gua udah terlanjur move on dan gua ga bisa pertahanin perasaan ini karena..” Amberly pun menunduk dan tak berani menatap mata itu.

“Karena apa Amber? Apa lo masih kecewa sama gue?”

“Bukan, gua ga kecewa. Tapi gua ga bisa terima kenyataan ini. Tolong jangan paksa gua, please.”

“Gua tau lo kecewa, maaf banget Amber. Tapi gua harap kita bisa baikan dan berteman.”

“Iya gapapa.. penyesalan itu selalu datang belakangan, hmm, kalo mau kerja kelompok kayaknya besok aja. Lu bisa kerumah gua kok.”

Tiba-tiba sesosok pria bertubuh tinggi, memakai kaos biru dilapisi jaket jeans datang mendekati mereka dan menjemput Amberly.

“Hai Amberly, Lagi sama temen ya?” pria itu pun menyapa mereka sambil tersenyum.

“Hai, iya sebentar lagi mau pulang kok. Kamu tumben dateng? Cari aku ya?” Pria itu mengiyakan pertanyaan Amberly dan berkenalan dengan Adelio.

“Kenalkan, nama saya Nadhif. Teman Amberly.” Ia pun menjabat tangan Adelio dengan ramah. Seketika hati Adelio remuk karena ternyata Amberly sedang dekat dengan pria lain selain dirinya. Ternyata Adelio telat menyadari semua ini karena keegoisannya.

“Gua Adelio, teman sekelasnya. Jaga Amberly ya. Jangan bikin dia kecewa.”

“Itu pasti, gua udah kenal Amber lama banget sebelum dia masuk SMA, tapi Amber ga pernah cerita ke siapa pun. Dia orangnya itu ga gampang untuk menceritakan sesuatu ke orang yang belum dia kenal dekat.”

“Baguslah, jadi gua ga cemas.”

“Oke deh, gua sama Amberly balik dulu ya. Lu hati-hati.”
Dan Amberly melambaikan tangannya sambil tersenyum kepada Adelio.

****

Langit di sore hari itu kebetulan sedikit mendung, seperti hati Adelio yang sedang berkecamuk. Menelusuri sungai di sepanjang taman. Ia tak mengerti apa yang terjadi. Ia pikir ini akan berakhir indah tapi ternyata berbanding terbalik dengan kenyataannya. Ia mencoba untuk berpura-pura kuat tetapi gagal. Amberly bersama Nadhif. Ia menyesal karena tidak mengakui perasaannya terhadap Amberly lebih awal.
****

~He takes your hand,
I die a little
I wacth your eyes,
And I’m in riddle
Why can’t you look at me like that?~ One Direction – I Wish

“Lo tuh ibarat bintang, yang bersinar di malam hari. Tapi susah banget buat  di gapai, orang yang selalu memancarkan cahaya di hidup gue tapi gue ga bisa memiliki lo.”
-Adelio.

“Lo itu ibarat bayangan yang selalu ngikutin gua kemana pun gua pergi, tapi ga pernah nunjukin kalo sosok lo tuh kaya apa, lo baru menunjukannya setelah lo mengakui semuanya.”-Amberly

                                             “THE END”

3 komentar:

  1. fans asli 5sos banget lu gar bikin buku gih yg bnyak

    BalasHapus
  2. karya karya yang indah untuk 5sos asoy dhaaa

    BalasHapus
  3. Wkwk aminn, someday ya dinn doain gua cepet cepet bikin suatu karya wkwk :D
    Makasii wkwk, semoga seneng ya sama ceritanya wkwk

    BalasHapus

Surat Untuk Cinyo

Surat Untuk Cinyo, Cinyo, kamu datang dengan segala keluguanmu. Aku tak ingat kapan tepatnya kamu menghampiri rumahku. Yang kutahu hanyala...